Sepak Terjang Tokoh di balik Pelarangan Cadar. Oleh Iwan Abdul Gani
12 Maret 2018 11:42 WIB | dibaca 974
Gambar Ilustrasi ( Iwan Abdul Gani )
Terkait pro-kontra pelarangan cadar di UIN Sunan Kalijaga, untuk mengetahui latar belakangnya tentu perlu dilihat secara lebih luas dan mendalam. Terutama tentang sepak terjang tokoh di balik pelarangan ini. Berikut ini sedikit catatan penulis tentang sang tokoh tersebut
Adalah Yudian Wahyudi, Rektor UIN Sunan Kalijaga belakangan ini menjadi sorotan disebabkan kebijakannya melarang majasiswi menggunakan cadar di kampus (lihat http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/03/06/p54mza330-uin-kalijaga-jika-tak-mau-lepas-cadar-silakan-pindah-kampus)
Yudian merupakan peneliti yang fokus kepada tema wahabisme. Di dalam pengantar buku Gerakan Wahabi di Indonesia (terbit 2009), dia menceritakan bahwa ketika melamar untuk menjadi dosen di Tuft University Massachuset, dia mempresentasikan karyanya yang berjudul "The Waves of Wahhabism in Indonesia" di hadapan dewan penguji. (hlm. iii)
Bahkan untuk buku Gerakan Wahabi di Indonesia, dia berperan sebagai editor dan juga pemrakarsa penelitian. (hlm. v)
Ada beberapa peneliti yang dilibatkan oleh Yudian dalam riset ini, mereka adalah:
1. Agus Moh Najib, M.Ag
2. DR. Hamidah, M.A
3. Mansur, M.Ag
4. Khairul Anam, M.SI
5. Syaifudin Zuhri, M.A
6. Kasinyo Harto
Ada beberapa hal menarik yang bisa dicermati dari penelitian ini, setelah menjelaskan keburukan wahhabisme dan bahayanya bagi NKRI. Siapakah yang dimaksud dengan wahhabi di Indonesia menurut penyusun buku ini?
Di sini penulis mengutip yang penting dari buku tersebut berkaitan dengan faham wahhabi yang selalu dikampanyekan membahayakan NKRI dan hubungannya dengan polemik cadar
Pada halaman 75 dikatakan "Di antara gerakan neo wahhabisme abad 21 adalah FPI (Front Pembela Islam)."
Benarkah demikian? Sepengetahuan penulis ada beberapa ceramah pemimpin FPI Muhammad Rizieq Syihab sangat menolak faham wahhabi dan syi'ah di Indonesia. Bahkan beliau mengecam. Bisa dilihat video ceramhanya di youtube.
Halaman 82-125 membicarakan seputar Muhammadiyah, Persis, LDII termasuk gerakan neo wahabisme karena tidak tahlil, tidak barzanji, dst. Jadi salah satu indikasi ormas atau kelompok dikategorikan wahabi menurut mereka adalah tidak tahlil, tidak barzanji.
Muhammadiyah melalui Yunhar Ilyas dalam ceramahnya yang berdar di yotube menyatakan bahwa isu Wahhabi ini sebenarnya isu menyerang Islam, istilahnya dalam permainan billiyard dikenal istilah rebound.
Sedangkan Persis sendiri hubungannya dengan kaum Salafi (Salafi Wahhabi) tidak harmonis. Mereka juga saling berseberangan pemikiran bahkan beberapa kali berdebat masalah agama.
Sang penulis buku tersebut tampaknya memaksa diri untuk menyamakan ormas-ormas ini karena sama-sama tidak tahlil dan tidak barzanji. Jika yang dimaksud tidak tahlil adalah tidak mengadakan tahlilan kematian seperti praktek yang terjadi di masyarakat, maka Muhammadiyah dan Persis memang tidak melakukan itu. Namun jika yang dimaksud tidak tahlil adalah tidak mau mengucapkan laa ilaha ilallah ini juga tidak benar, karena tidak mungkin organisasi Islam tidak mau mengucapkan kalimat tauhid (laa ilaha ilallah)
Pada halaman 185 tertulis, "Gerakan salafi tertata melalui ikhwanul muslimin. Tokoh paling pentingnya adalah Sayyid Qutub yang pemikirannya disebut sebagai salafi modern."
Pada halaman 234-235 dikatakan, "Gerakan Wahhabi di Indonesia diwakili oleh: Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad."
Pada halaman 239 dalam buku ini dijelaskan bahwa, Pondok Pesantren Al Fatah Temboro (Diketahui milik Jamaah Tabligh) adalah pondok wahabi karena mengajarkan cadar bagi wanita dan celana di atas tumit bagi santri laki-laki. Di dalambukunya memang tertulis di atas tumit. Penulisnya tidak bisa membedakan tumit dan mata kaki.
Pada halaman 313 dikatakan bahwa, "MTA (Majelis Tafsir Al Quran) di Solo merupakan gerakan salafi/Wahabi.
Baiklah, mari kita rekap nama ormas atau gerakan yang dikategorikan sebagai wahhabi yang menurut mereka membahayakan NKRI dalam buku ini:
1. FPI (Front Pembela Islam)
2. Muhammadiyah
3. Persis
4. LDII
5. Ikhwanul muslimin
6. Sarekat Islam
7. Al Irsyad
8. Jamaah Tabligh
9. MTA
Menarik bukan? Jadi siapa yang bukan wahabi dan tidak berbahaya di negeri ini?
Tentang Cadar
Membahas masaalah cadar tidak akan selesai, karena kesimpulannya baik yang menggunakan maupun yang tidak menggunakan cadar sama-sama berdasarkan prodak akal atau penafsiran. Suatu perkara yang disimpulkan berdasarkan penafsiran, kebenarannya bersifat relatif. Oleh karena bersifat relatif, maka haram hukumnya baik yang menggunakan maupun yang tidak menyatakan dirinya yang benar dan orang lain salah.
Di kampus-kampus manapun termasuk IAIN Sunan Kalijaga mahasiswanya diajarkan bahwa kebenaran dari penafsiran sifatnya tidak mutlak atau absolut namun dia bersifat relatif (nisbi)
Di sisi lain, cadar sendiri merupakan produk ijtihad, dan dalam Islam produk ijtihad tidak dikenai beban dosa, jika ijtihadnya salah dapat satu kebaikan jika benar dapat dua kebaikan.
Bagaimana dengan pelarangan cadar? Hal ini tdiak masuk kategori ijtihad, namun semata-mata dari diri atau kampus yang bersangkutan
Pertanyaannya berikutnya adalah mengapa ada larangan? Jawaban yang disampaikan adalah ini aturan kampus. Pertanyaan selanjutnya mengapa ada aturan seperti itu? Jawaban mereka, agar tidak tersesat. Pertanyaan selanjutnya lagi dengan kacamata apa seorang dikatakan tersesat? Jawabannya melalui kacamata sang pengarang buku tersebut di atas
Sebenarnya masih banyak lagi penjelasan yang disampaikan mereka sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan tentang kebijakan ini
Kesimpulan
Untuk polemik larangan cadar di kampus, tidak bisa hanya menilainya saat hal itu terjadi, namun latar belakangnya harus dilihat secara luas melebihi luasnya kampus UIN Sunan Kalijaga. Siapa tokoh di balik pelarangan ini? Bagaimana latar belakangnya? Itu semua penting agar pemahaman tidak menjadi sempit
Terlepas dari hukum cadar, coba kita melihat sisi lain bagi orang yang bercadar. Bahwa mereka menggunakan cadar agar tubuhnya hanya boleh dilihat oleh orang yang dihalalkan untuk melihatnya.
Apakah hal itu tabu sehingga harus dilarang dengan berbagai dalil buatan manusia? Lalu di mana letak kebebasan berexpresi yang selama ini digaungkan? Kebebasan berexpresi yang bagaimanakah yang dimaksudkan?
Mari menjaga kewarasan agar bijak dalam bersikap.
Wallahu a'lam.
Catatan Akhir Pekan
Iwan Abdul Gani