Mu'jizat al-Qur'an Dari Segi Diksi Dalam Komunikasi. Oleh Iwan Abdul Gani
06 Mei 2020 15:03 WIB | dibaca 698
Iwan Abdul Gani
Lisan merupakan salah satu nikmat yang besar. Lisan bisa menjadi senjata bermata dua, yang satu dapat digunakan untuk berkomunikasi yang santun, yang kedua bisa digunakan untuk berkomunikasi yang buruk
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ( البخاري)
Artinya: “Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk keridhaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu, Allah menaikkan beberapa derajat. Dan sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang termasuk kemurkaan Allah, dia tidak menganggapnya penting; dengan sebab satu kalimat itu, dia terjungkal di dalam neraka Jahannam” (Hadits Bukhari, No: 6478)
Sebelum dunia mencetuskan salah satu cabang pengetahuan yang dikenal Ilmu Komunikasi, 14 abad yang lalu al-Qur'an telah mengajarkan kepada ummat Islam tentang ilmu komunikasi.
Cukup banyak ayat al-Qur’an maupun Haditsyang bisa dijadikan referensi untuk mengetahui bagaimana seharusnya kita berkomunikasi salah satunya pada hadits di atas.
berkomunikasi dalam al-Qur’an tersebut dilaksanakan secara konsisten, maka kehidupan masyarakat akan mengalami ketentraman.
Berikut adalah etika komunikasi dalam al-Qur'an:
1. Qaulan Ma’rufa, terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah [2] : 235; dan An-Nisa’ [4]: 5 dan 8. Ketiga ayat ini berbicara dalam konteks peminangan, pemberian wasiat, dan waris. Qaulan Ma’rufa mengandung arti ucapan yang dikenal orang baik ketika disampaikan.
Qaulan Ma’rufa juga bisa difahami sebagai kalimat-kalimat yang baik yang sesuai dengan kebiasaan masing-masing masyarakat, selama kalimat tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan adat istiadat.
Contoh "Makan" jika diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, banyak ragam. Antara lain, mangan, maem, nedo, jeglag, badok dan dahar. Dari semua kata tersebut yang dikenal ucapan baik adalah dahar.
2. Qaulan Sadida terdapat dalam surat Al-Ahzab (33) 70. Bisa diartikan sebagai perkataan yang benar sesuai dengan fakta yang ada.
3. Qaulan Baliga disebutkan dalam Q.S. al Nisa’ : 63. Qaulan Baliga dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif.
Qaulan baliga bisa juga difahami dengan perkataan yang dapat menyentuh dan berpengaruh pada hati sanubari orang yang diajak bicara, serta dapat berpengaruh kepada hati. Artinya, bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi akan mempengaruhi & merubah perilakunya.
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebuah pesan agar bisa dinamakan balig: Pertama, tertampungnya seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan. Kedua, kalimat tidak bertele-tele, tetapi juga tidak terlalu singkat, tidak berlebih, tidak pula kurang. Ketiga, kosakata pembentuk kalimat tidak asing bagi pendengaran dan pengetahuan lawan bicara, mudah diucapkan serta tidak “berat” terdengar. Keempat, kesesuaian kandungan kalimat dan gaya bahasa dengan sikap lawan bicara. Lawan bicara boleh jadi adalah orang yang sejak semula menolak pesan atau meragukannya, menerima pesan atau bahkan meyakininya, atau belum memiliki pengetahuan sedikitpun tentang apa yang akan disampaikan kepadanya. Kelima, kesesuaian ucapan dengan tata bahasa yang berlaku, keenam waktu dan tempatnya tepat.
4. Qaulan Karima terdapat dalam surat Q.S. al-Isra’ [17]: 23. Menurut al-Asfahani, jika kata karim digunakan untuk menyifati seseorang, maka itu berarti untuk menunjukkan akhlak maupun perbuatan-perbuatan terpuji yang nampak dari orang tersebut. Jika dikaitkan dengan perkataan, maka karim berarti perkataan yang memberi penghargaan dan penghormatan kepada orang yang diajak bicara.
Al-Sabuni menjelaskan bahwa kata karim dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 23 berarti ucapan yang baik, lemah lembut, penuh tata krama, ketenangan, kewibawaan, dan mengagungkan.
Maka bisa disimpulkan bahwa qaulan karima adalah perkataan mulia, penuh tata krama yang mengandung penghormatan, pengagungan, serta penghormatan terhadap lawan bicara.
5. Qaulan Maisura tercantum dalam Q.S. al-Isra’ [17]: 28: Ashbabunuzul ayat tersebut turun terkait dengan sebuah peristiwa ketika orang-orang dari Muzainah meminta kepada Rasulullah SAW agar diberi kendaraan untuk jihad.
Rasulullah SAW mengatakan bahwa beliau tidak mendapatkan lagi kendaraan untuk mereka. Hal itu membuat orang-orang Muzainah tersebut berpaling dengan air mata berlinang karena sedih dan mengira bahwa Rasulullah SAW marah kepada mereka. Maka turunlah Q.S. al-Isra’ [17]: 28 yang menjadi petunjuk bagi Rasulullah SAW bagaimana seharusnya menolak sebuah permintaan.
Al-Sabuni dalam Safwah al-Tafasir menjelaskan qaulan maisura dengan perkataan yang halus, mudah dicerna, disertai dengan janji yang “indah” untuk mereka. Sedangkan Ibnu Kasir dalam kitabnya menjelaskan bahwa qaulan maisura adalah ucapan yang pantas, serta janji yang menyenangkan yang memberi harapan positif bagi pihak yang diberi janji.
6. Qaulan Layyina terdapat dalam Q.S. Taha [20]: 44. Ayat tersebut mengisahkan tentang Musa dan Harun yang akan berdakwah kepada Fir’aun agar Musa dan Harun berkata lemah lembut yang berarti sebuah strategi dakwah yang sopan dan tidak menyakitkan hati, tidak mengundang antipati dan kemarahan terhadap sasaran dakwah. Namun Fir'aun tetap murka yang pada akhirnya tongkat Musa berbicara.
Tuban, 6 Mei 2020