Ketika Para Medis Berguguran Akibat Korona. Berharap Ke Siapa Selain Tuhan?
22 Maret 2020 18:44 WIB | dibaca 559
Tiga dokter dikabarkan meninggal dunia akibat terpapar virus Corona SARS-COV-2 penyebab COVID-19, Sabtu (21/3). Ketiga dokter itu adalah dr Adi Mirsa Putra asal Bekasi, dr Djoko Judodjoko asal Bogor, dan dr Hadio dari Bintaro, Jakarta Selatan.
Menurut informasi yang diterima, dua korban yaitu Adi Mirsa dan Hadio sempat mendapat perawatan RSUP Persahabatan, sementara dokter Djoko mengembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Untuk datanya saya belum dapat, tapi nanti untuk rinciannya akan disampaikan Bu Dirut," kata Kepala Humas RSUP Persahabatan Eryuni Yanti, Minggu (22/3) dini hari, seperti dikutip Antara.
Djoko Yudoyoko, tercatat menjadi dokter bedah yang berpraktik di Bogor Medical Center. Saat dikonfirmasi ke pihak keluarga, adik iparnya membenarkan kabar tersebut.
"Statusnya PDP COVID-19. Hasil lab belum diterima," ujar Pandu, Sabtu (21/3).
Djoko sempat mendapatkan perawatan di RS BMC sejak Rabu (18/3). Karena kondisinya menurun, ia dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto dan akhirnya meninggal pada Sabtu (21/3) pukul 11.15 WIB.
Dari kabar yang beredar, dr Adi meninggal dunia di RSUP Persahabatan pukul 11.30 WIB berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) COVID-19. dr. Adi praktik di RS Ananda Bekasi dan RS Mitra Keluarga Bekasi Barat.
Sedangkan dr Hadio merupakan neurologist di RS Premiere Bintaro. Almarhum dinyatakan positif corona, memakai ventilator dan dirawat di RSUP Persahabatan. Dokter Hadio setau saya aktif dalam satu platform kesehatan alodokter.com.
Jujur, saya menangis membaca berita ini.
Bahkan sejak dahulu diperlihatkan tim medis di China, air mata tak tertahan menetes.
Mereka ingin berkumpul dengan keluarga, tapi sumpah pekerjaan membuat mereka harus ikhlas meninggalkan dan berjibaku dengan musuh tak terlihat.
Siapa yang tau ketika virus itu menempel di tangan?
Siapa yang tau ketika virus itu sudah masuk ke rongga hidung?
Siapa yang tau?
Tak ada yang tau, sekalipun dokter.
Saya membayangkan mereka tetap bekerja meskipun mulai terasa batuk dan demam.
Bagaimana perasaan mereka saat masuk dalam golongan Pasien Dalam Pemantauan?
Bagaimana perasaan memakai ventilator?
Bagaimana perasaan medis lainnya melihat teman seperjuangan sudah tumbang?
Pekerjaan akan semakin menumpuk.
Atau akankah mereka ikut menyusul?
Karena sedetail apapun mereka membersihkan diri dan berhati-hati, mereka menghadapi musuh tak terlihat.
Kita tidak berada di garda terdepan, kita tidak berjuang mempertaruhkan nyawa mengurus pasien-pasien positif.
Adakah empati kita terhadap mereka?
Empati mengurangi beban mereka.
Dengan kita mengikuti anjuran WHO, anjuran dokter dan pemerintah untuk tetap dirumah jika tidak ada keperluan, akan sedikit meringankan mereka. Dengan diam dirumah dan tidak BERKERUMUN akan meminimalisir potensi tertular.
Memang sakit adalah mutlak hak Allah. Tapi kita manusia diberi kemampuan akal untuk berpikir dan diberi kebebasan untuk menentukan kehendak. Maka pilihlah yang paling kecil mudaratnya.
Menolong mereka pada hakikatnya adalah menolong diri sendiri. Karena jika tim medis sudah mulai menipis, maka asa kita pun akan semakin miris.
Mereka juga ingin kembali berkumpul dengan keluarga, maka kurangilah perkumpulan yang tidak perlu dan keluar rumah tak perlu agar badai ini cepat berlalu.
Yang bosan dengan postingan saya, boleh skip. Karena saya telah berusaha menahan tidak post, tapi hati nurani menolak. Meskipun saya tidak berada di garda terdepan, tapi saya harus bantu lewat posting bermanfaat. Bukan postingan menghujat atau penuh debat.
Miranda Octorida
Editor Iwan Abdul Gani
Referensi:
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200322021319-20-485697/3-dokter-meninggal-diduga-tertular-covid-19-dari-pasien
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparannews/2-dokter-berstatus-pdp-dan-1-dokter-positif-corona-meninggal-dunia-1t4ZZnTabr1