Ceramah Gama Oleh Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur. Dra. Hj. Dalilah Candrawati (iwan)
Pimpinan Cabang Aisyiyah Palang menggelar Tablig akbar dalam rangka Milad Aisyiyah yang ke 101 di Pantai Kelapa desa Panyuran, kecamatan Palang, kabupaten Tuban, Rabu (20/6/2018) atau bertepatan dengan 6 Syawal 1439 H. Pada pegelaran tersebut menghadirkan pembicara Dra. Hj. Dalilah Candrawati yang saat ini menjabat ketua Pimmpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jawa Timur
“Alhamdulillah pada hari yang keenam di bulang Syawal kata orang Gresik besok itu Kupatan, biasanya WBL (salah satu tempat wisata di Jawa Timur, red) itu ramai, PCA Palang pintar mengambil kesempatan H-1 dari kupatan sehingga bisa focus di acara Tablig Akbar dalam rangka Milad Aisyiyah yang ke 101 Miladiyah atau yang ke 104 Hijriyah” ucap Ketua PWA di awal ceramahnya
Lanjutnya, “Pada kesempatan ini saya menyampaikan mohon maaf karena tadi rencananya bisa on time, sesuai dengan jadwal saya jam 10. Manusia berusaha tetapi Allah memberikan ketentuan lain, di tengah perjalanan harus ngeban kendaraanya sehingga menunggu sesaat”
Berdasarkan jadwal bahwa pukul 10 tepat ketua PWA Jawa Timur harus mengisi ceramah pada tablig akbar tersebut, namun ada kejaidian yang di luar dugaan yaitu mobil yang ditumpanginya harus ngeban bahkan sampai nyasar
“Saran yang disampaikan bu Lilik (Ketua PCA Palang, red) lewat Pakah bu, nanti langsung lurus ke kiri, ternyata drivernya belum pernah ke Tuban sehingga kelewat langsung masuk kota Tuban. Di mobil juga sempat diskusi antara putra, ibu, bapak seje kabeh (berbeda, red) sarannya akhirnya ambil saran mbah google saja. Alhamdulillah bisa sampai di sini, meskipun salah masuk pantai kelapa Panyuran, mestinya masuk lewat pintu yang sebelah timur, ketemu bapak-bapak yang bertanya, ibu ke acara Aisyiyah? Saya jawab iya. Diantarkanlah saya sampai di sini. Itulah unutungnya kita pakai seragam (seragam Aisyiyah, red), kalau tidak pakai seragam, mungkin dipikirnya saya jalan-jalan tadi. Mohon maaf saya lewat pintu belakang tidak lewat pintu depan” tutur Ketua PWA disambut tawa para undangan
Berkaitan dengan perkembangan Islam di Indonesia akhir-akhir ini terutama insiden teror bom yang mengguncang Surabaya dan beberapa daerah lain pada awal Ramadhan yang lalu, Dalilah Candrawati menyampaikan 7 poin penting yang harus diperhatikan oleh organisasi Muhammadiyah yang di dalamnya ada gerakan Peremuapan bernama Aisyiyah. Berikut petikan dari 7 poin penting tersebut
Muhammadiyah dan Aisyiyah adalah organisasi Islam yang menganut faham washatiah atau washatiah Islam yaitu Islam yang berada di tengah-tengah, maka Muhammadiyah termasuk juga Aisyiyah harus tahu betul posisi kita di Negara yang kita cintai ini. Ada 7 prinsip utama yang harus kita jadikan sebagai pegangan di dalam menjalani kehidupan, baik sebagai pribadi, sebagai keluarga maupun sebagai masyarakat dan bernegara
Yang pertama adalah nilai I’tidal, yaitu bangun dari ruku’, artinya kita harus berdiri tegak lurus dalam memperjuangkan kebenaran, berlaku adil dan tanggung jawab. Di sinilah pentingnya kita tetap berdiri menegakkan Islam menuju maysrakat Islam yang sebenar-benarnya
Yang kedua adalah Tawazun yaitu keseimbangan. Keseimbangan antara kesalehan indifidual dan kesalehan sosial. Jangan sampai kita ini ibadahnya masya Allah (bagus, red) tetapi dengan tetangga masya Allah-hu (bersikap tidak patut terhadap tetangga, red). Oleh karena itu dalam konteks ini, marilah kita menjadi contoh yang baik di masyarakat agar kita menjadi manusia-manusia yang bersikap tawazun dalam menjalani kesalehan individual dan kesalehan sosial
Yang ketiga adalah tasammuh, yaitu sikap toleransi. Bagaimana kita menjalani toleransi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Tentunya di sini kita mengakui adanya kemajemukkan, bahwa bangsa kita, maysrakat kita Indonesia ini bukan masyarakat yang satu warna, tetapi banyak warna, banyak macam, banyak ragam dari Sabang sampai Maraoke ada suku apa saja yang ada di Indonesia ini. Kita mengakui kemajemukkan, kita harus saling menghormati perbedaan.
Faham berbeda, partai berbeda, apa lagi menjelang pilgub, pilleg, pilpres. Muhammadiyah Jawa Timur pada kajian Ramadhan kemarin memutuskan tidak menyerukan ke satu pilihan, silahkan bebas memilih. Tidak ada ketentuan harus mih A, milih B, karena itu adalah hak dari masing-masing individu dengan konsekwensi setiap pilihan harus dipertanggungjawabkan di dunia sampai akhirat.
Yang keempat yaitu Syuro (musyawarah, red). Allah sudah memerintahkan hendaklah kita senantiasa bermusyawarah. PCA waktu mau mengadakan acara di sini pake rapat, itu sudah kultur di Aisyiyah dan Muhammadiyah juga. Jangan sampai rapat cuma lewat WA, diputuskan dua orang. Ini bukan sistim yang kita anut. Maka muncul postingan di WA berbunyi “wes disiapno mejo, digorengno telo, tibake ora teko, rioyone lewat WA”. Jadi setiap ada masaalah kita putuskan lewat musyawarah, tentunya tidak perlu votting.
Yang kelima adalah Islah, yaitu melakukan perbuatan-perbuatan terbaik, yang bersifat konstruktive, responsive, tentunya orientasinya adalah kemaslahatan umat. Dalam keluarga saja ketika terjadi disharmoni kalau dalam bahasa hokum itu pisah ranjang, turu dewe-dewe (tidur sendir-sendiri, red), bahkan sampai terjadi cerai, maka alqur’an mengingatkan agar kamu itu ruju’ apabila kamu mengehndaki adanya islah
Yang keenam adalah Kudwah, yaitu keteladanan. Karena kita itu di manapun adalah uswatun hasanah, contoh yang baik, bukan uswatun syai’iah contoh yang jelek. Itulah perlunya kita selalu melakukan prakarsa-prakarsa yang terbaik, yang inovatif, yang kreatif. Sudah barang tentu itu tidak bisa berjalan sendiri tanpa bermitra dengan orang lain. Karena itu saya atas nama PWA berterimakasih atas ILO yang sudah sampai ke Tuban ujung tombaknya. PWA itu hanya koordinator, yang bekerja yang di bawah ini yaitu PDA, PCA dan PRA. Mereka inilah para mujahidah
Yang ketujuh adalah Muwathanah, yaitu mengakui NKRI, Negara yang sudah disaksikan sejak zaman kemerdekaan. Tentunya kita harus komitmen dengan janji sebagai warga Negara yaitu kita harus berperan aktif sebagai sebagai warga Negara yang baik. Jangan malah ngompori, jangan malah ngerusui, jangan malah ngobong-ngobongi.
Itulah sebabnya kita harus menjadi perekat. Karena wasatiyah Islam itu adalah menjadi umat yang bisa merekatkan antara satu dengan yang lain, baik itu sesama agama maupun yang berbeda agama. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkahi tujuan kita yang sama untuk kemaslahatan umat dan Negara
Iwan Abdul Gani